Plus minus antibiotik dalam produksi ternak

Sudah bertahun-tahun lamanya, antibiotik (antimicrobial growth promoters, AGP) digunakan dalam produksi ternak (terutama pada monogastrik) dengan tujuan untuk pencegahan penyakit maupun memperbaiki performan pertumbuhan dan produksi. Aplikasinya bisa melalui pakan maupun air minum. Mekanisme kerja AGP ini belum sepenuhnya diketahui, namun pengaruhnya pada ternak terutama disebabkan oleh pengaruh AGP terhadap mikroflora di saluran pencernaan. Pengaruh positif AGP terutama terlihat pada kondisi lingkungan pemeliharaan yang buruk. Suplementasi AGP dapat menurunkan populasi mikroorganisme, menekan pertumbuhan bakteri patogen dan akhirnya dapat meningkatkan ketersediaan energi dan nutrien yang dapat digunakan oleh ternak. Akan tetapi, AGP juga menekan populasi bakteri yang menguntungkan.

Dewasa ini, semakin meningkat kesadaran terhadap resiko resistensi bakteri yang dikaitkan dengan penggunaan AGP dalam produksi ternak, khususnya cross-resistance dari produk ternak ke manusia. Bakteri juga dapat menjadi resisten terhadap antibiotik dan dapat dengan mudah ditransfer antar spesies, menyebabkan terapi antibiotik menjadi tidak efektif, baik pada manusia maupun ternak. Pada tahun 1986, Swedia menjadi negara pertama yang melarang penggunaan AGP, diikuti oleh Denmark pada tahun 2000, walaupun ternyata menyebabkan meningkatnya pemakaian antibiotik untuk pengobatan. Selanjutnya antibiotik sudah dilarang di negara-negara Uni Eropa, USA dan Canada.

Keuntungan dari tidak dipakainya AGP terutama meningkatnya penerimaan konsumen terhadap produk asal ternak seperti daging, telur dan susu. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan setelah AGP tidak dipergunakan, kejadian penyakit subklinis dapat meningkat sehingga menurunkan performan ternak dan efisiensi pakan, dan imbasnya menaikkan biaya produksi. Produksi ternak yang bebas antibiotik juga menuntut standar hygiene yang tinggi. Oleh karenanya, langkah utama yang perlu ditempuh adalah menjaga standar kesehatan pada level yang tinggi, misalnya dengan sistem all-in / all-out disertai dengan program disinfeksi untuk mencegah transfer penyakit antar kelompok ternak.

Kalau di negara-negara maju penggunaan antibiotik untuk pencegahan penyakit sudah dilarang, kapankah giliran negara-negara berkembang, termasuk Indonesia ?

-adir-